Ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya mengelola limbah secara baik agar tidak mencemari lingkungan, terungkap sebagai faktor yang mempengaruhi kebiasaan buruk Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Tidak banyak yang menyadari bahwa sanitasi buruk pun memperbesar ancaman kesehatan generasional, seperti stunting.
Fenomena yang dijumpai di tepian Kali Kasin, Kelurahan Tanjungreja Kota Malang adalah sebuah potret umum wajah sanitasi kawasan permukiman bantaran sungai di Indonesia yang seyogyanya menggugah kesadaran bersama.
Seperti yang diungkapkan Ketua Kelompok Pemanfaat dan Pengelola (KPP) Tanjungrejo Barokah, Wowok. “Dulu banyak warga yang langsung membuang ke sungai, termasuk saya”, ucap Wowok menuturkan kebiasaan warga RW 02 Tanjungrejo memperlakukan limbah rumah tangga mereka sebelum hadirnya sentuhan program sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas).
Patut disyukuri bahwa dalam dekade terakhir, kesepahaman untuk memberi perhatian lebih pada aspek limbah domestik dan sanitasi secara umum meningkat di level nasional maupun daerah.
Ditambahkannya, bahwa kini warga masyarakat sudah mulai sadar lingkungan, kebersihan, kesehatan, maupun perilaku hidup sehat sudah berubah.
Selain itu, komitmen Pemerintah Kota Malang pun diakui masyarakat makin meningkat. Di antaranya, dengan terbitnya Peraturan Walikota Malang Nomor 32 Tahun 2019 yang menekankan arahan optimalisasi dana kelurahan untuk sanitasi. Terkini, Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) telah diluncurkan untuk menjawab kebutuhan pengelolaan sanitasi secara aman dalam sistem nonperpipaan.
Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang, capaian akses sanitasi layak terus meningkat dan telah menyentuh angka 84,12% pada tahun 2020. Artinya, Kota Malang makin sejalan dengan mimpi bebas BABS atau kini sering dikenal dengan 100% Open Defecation Free (ODF)
Dalam skala mikro, transformasi wajah sanitasi di Tanjungrejo adalah catatan manis yang diharapkan dapat memotivasi di tengah berbagai tantangan yang masih dihadapi.
Lima tahun berselang sejak awal dirintis, Program Sanimas hasil kolaborasi Kementerian PUPR dengan Kota Malang telah menghadirkan Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) yang memberikan akses sanitasi layak bagi 158 Kepala Keluarga (KK). Tak berhenti di sana, sebanyak 30 titik Tangki Septic Komunal mulai dibangun sejak 2019 telah melayani 10 KK per titik atau total hampir 300 KK.
Dituturkan Agung Widayanto, fasilitator program Sanimas, bahwa Tangki Septic Komunal adalah pendekatan baru yang sangat cocok bagi kawasan perkotaan padat penduduk karena praktis tidak memerlukan lahan luas dan mampu mengolah limbah domesik hingga layak buang dan tidak lagi mencemari lingkungan melalui proses biologis yang aman.
Demikian juga beragam fasilitas yang dibangun tak akan berhasil tanpa perubahan mindset dan kesadaran masyarakat.
“Pelaksanaannya melibatkan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Jadi, kegiatan ini namanya Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang didampingi oleh fasilitator atau pendamping mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengoperasionalkan dana yang ada,” lanjut Agung.
Transformasi mindset menjadi pembelajaran penting dari praktik kolaboratif pusat, daerah, masyarakat, dan lembaga nonpemerintah, seperti IUWASH dalam mengubah wajah bantaran kali di Tanjungrejo dari wilayah rawan pencemaran limbah domestik menjadi salah satu percontohan sanitasi nasional.
Asapun diapungkan dalam momen Hari Lingkungan Hidup sedunia agar kita semakin sadar pentingnya kontribusi sanitasi dalam merestorasi ekosistem.
Di sisi lain, Ketua RW 02 Kelurahan Tanjungrejo, Sumaji mengungkapkan awalnya beberapa warganya sempat kurang menghendaki pembangunan fasilitas sanitasi dengan alasan tidak ada lahan di sekitar rumah.
Hal ini karena masyarakat tidak tahu, bahwa sanitasi ini kedap dan akan dikuras paling tidak setiap tiga tahun sekali. Jadi, warga masyarakat tidak perlu khawatir akan terjadi bau tidak sedap di sekitar tempat tinggal mereka.
Sumber : malangkota.go.id